KALIGRAFI BISMILLAH

HOME| ARTIKEL| KATA MOTIVASI |HADIST
Selamat Datang di BLOG IQRA PRESS Blog ini dibuat sebagai wadah/ Mading/Curahan Hati, pikiran serta Idea-Idea yang memajukan bagi ummat Islam dalam hal Informasi, Motivasi, Saduran dan Gambar dll, guna memajukan serta menigkatkan peranan ummat Islam dalam segi Ilmu, Ekonomi, Hukum, Media dan Syariat menuju Ridho Illahi sehingga kEJAYAAN MASA EMAS ISLAM akan kembali/ Bangkit.... Sebagai forum ukhuwah umat Islam dan mempererat talisilahturahmi umat muslimin seIndonesia.

Minggu, 26 September 2010

GAMBARAN MESJID TUA INDONESIA

Ini sebuah peristiwa yang sungguh-sungguh menyentuh naluri religiusitas saya. Usai shalat ied, lantai masjid jebol. Untung tak ada korban. Mungkin masjid berbentuk panggung itu sudah terlalu tua sehingga tak kuat lagi menyangga beban. Maklum, masjid tua itu sudah berdiri sejak saya berusia 1 tahun, tepatnya tahun 1965. Kini, sudah berusia 42 tahun.
Peristiwa mengharukan itu terjadi ketika saya mudik lebaran, 13 Oktober yang lalu, di kampung kelahiran saya. Sebuah dusun sunyi yang (nyaris) tak tersentuh ingar-bingar modernisasi yang bising dan dinamis. Sebuah dusun yang dalam versi pemerintah Orde Baru bisa masuk kategori IDT (Inpres Desa Tertinggal). Dusun terpencil itu seperti tersekap dalam belenggu dimensi waktu. Dari tahun ke tahun hampir tak ada perubahan. Sikap hidup masyarakatnya lugu dan ramah, komunitas masyarakatnya begitu guyup dan rukun, serta masih sangat percaya pada tanda-tanda alam dalam menjalankan aktivitas agrarisnya yang mayoritas penduduknya hidup sebagai petani.
Perubahan yang tampak adalah kerusakan lingkungan yang sudah amat parah. Gersang dan tandus. Hutan sudah banyak yang gundul. Ketika kemarau panjang tiba, tanah seperti meledak. Sepanjang mata memandang, hanya tampak tanah kerontang lengkap dengan celah-celahnya yang keras dan meradang. Mata air amat sulit didapat. Jangankan untuk mandi dan mencuci, sekadar untuk minum saja, para penduduk harus rela ngantre berjam-jam lamanya di sumur-sumur milik warga yang masih berbaik hati menampung mereka. Sebaliknya, ketika hujan tiba, banjir bandang sering melanda Dusun Ploso, Desa Nampu, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ini. Bencana kekeringan dan banjir bandang itu sering digambarkan dalam sebuah idiom: “Yen ketiga ora bisa (maaf) cewok, yen rendheng ora bisa ndhodhok” (Kalau kemarau tidak bisa cawik –membersihkan najis—kalau musim penghujan tidak bisa jongkok –lantaran banjir bandang). Sebuah pasemon alias sindiran yang amat menyentuh nurani kemanusiaan kita.
Perubahan lain adalah kebiasaan anak-anak dalam memanfaatkan masjid akibat pengaruh budaya layar kaca dan pengaruh gaya hidup perkotaan setelah anak-anak muda yang merantau ke kota bersentuhan dengan nilai-nilai budaya urban.
*Kembali ke soal masjid. Sedikit flashback.*
Berdasarkan penuturan dari mulut ke mulut, konon pada tahun 1965, ketika G 30 S/PKI meletus, bentuknya masih berupa surau. Surau kecil itu dijadikan sebagai tempat mengungsi umat Islam dari ancaman orang-orang PKI yang terus memburu dan memusuhi orang-orang Islam. Orang-orang PKI tidak berani mendekati masjid berkat kharisma Kyai Mat Sadi, penyebar agama Islam di dusun Ploso dan sekitarnya, yang begitu disegani dan ditakuti oleh orang-orang PKI. Setelah PKI bubar, masjid semakin ramai dan tidak sanggup lagi menampung jumlah jamaah. Atas inisiatif Kyai Mat Sadi dan dukungan penduduk setempat, mereka sepakat untuk memugar dan mengembangkan surau menjadi sebuah masjid berbentuk panggung tanpa pondasi dengan menggunakan umpak dari balok kayu jati.
Dengan modal seadanya, masjid tersebut selesai dipugar pada tahun 1967. Setelah masjid berdiri, aktivitas warga masyarakat untuk menjalankan ibadah mulai meningkat. Masjid tidak hanya digunakan untuk menjalankan shalat, tetapi juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan syiar Islam, seperti dakwah/pengajian, madrasah, dan berbagai pertemuan para tokoh masyarakat untuk membahas berbagai masalah sosial.
Islam pun berkembang pesat di Dusun Ploso dan sekitarnya. Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi masjid “Baitur Rahman” mulai keropos dimakan usia. Sebagian besar umpaknya sudah tampak lapuk akibat sering terlanda banjir. Umpak yang sudah tidak bisa digunakan diganti dengan kayu seadanya. Kondisi semacam itu diperparah dengan terjadinya peristiwa angin ribut pada hari Selasa, 25 Oktober 2005 pukul 16.55 WIB. Kejadian angin ribut itu membuat masjid “Baitur Rahman” mengalami rusak berat. Sebagian besar genting hancur, posisi masjid pun miring ke arah barat karena tidak adanya pondasi. Namun, berkat kerja sama se jemaah dan warga masyarakat sekitar, masjid tersebut bisa dibenahi dan bisa digunakan untuk melakukan aktivitas peribadatan.
Berikut ini adalah gambar-gambar masjid yang saya ambil 6 bulan yang lalu.

(By Sawali T)
 
masjid-tua.JPG
p4080142.JPG
p4080145.JPG
p4080146.JPG
p4080150.JPG
p4080159.JPG

Tidak ada komentar: