KALIGRAFI BISMILLAH

HOME| ARTIKEL| KATA MOTIVASI |HADIST
Selamat Datang di BLOG IQRA PRESS Blog ini dibuat sebagai wadah/ Mading/Curahan Hati, pikiran serta Idea-Idea yang memajukan bagi ummat Islam dalam hal Informasi, Motivasi, Saduran dan Gambar dll, guna memajukan serta menigkatkan peranan ummat Islam dalam segi Ilmu, Ekonomi, Hukum, Media dan Syariat menuju Ridho Illahi sehingga kEJAYAAN MASA EMAS ISLAM akan kembali/ Bangkit.... Sebagai forum ukhuwah umat Islam dan mempererat talisilahturahmi umat muslimin seIndonesia.

Minggu, 26 September 2010

DASAR - DASAR KEIMANAN

Di dalam agama Islam kita mengenal Arkân al-Imân . Arkân merupakan bentuk jamak ( plural ) dari kata rukn. Rukn yang dalam bahasa Indonesia menjadi rukun berarti dasar. Karena itu dasar-dasar keimanan disebut Rukun Iman ( Arkân al-Imân ).
Rukun Iman disebutkan di dalam Al-Quran, yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” ( QS An Nisâ [4] : 136 ).
Dalam ayat ini disebutkan bahwa kita diwajibkan beriman kepada Allah, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, malaikat-malaikat-Nya dan hari kemudian.
Sementara dalam ayat lain disebutkan, yang artinya :
“ … sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi … “ ( QS Al-Baqarah [2] :177 ).
Kedua ayat ini menyebutkan dasar-dasar keimanan itu ada lima, yaitu iman kepada Allah, rasul-rasul / nabi-nabi-Nya, kitab-kitab-Nya, malaikat-malaikat-Nya, dan iman kepada hari kemudian atau hari akhir.
Keyakinan terhadap rukun iman yang berkembang di kalangan Sunni terdiri dari enam rukun. Penetapan enam Rukun Iman ini didasarkan pada hadits Bukhari. Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad SAW dan menanyakan tentang apa yang dimaksud dengan iman. Nabi menjawab,
“Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kebangkitan, dan qadla (peraturan ) dan qadar atau kuasa-Nya.” ( H R Bukhari).
Salah satu rukun yang tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Quran adalah keyakinan akan ketentuan atau takdir Allah. Tapi sebenarnya bila seseorang memiliki keyakinan kepada Allah tentu keyakinannya itu mencakup keyakinan terhadap takdir atau qadla dan qadar Allah. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan penekanan saja bahwa segala hal tergantung kepada ketentuan atau ketetapan Allah, seperti dinyatakan dalam Al-Quran, yang artinya :
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”  ( QS At Taubah [9] : 51 )
Dasar-dasar keimanan (Arkân al-Imân ) yang enam itu adalah :
  1. Iman kepada Allah SWT.
  2. Iman kepada malaikat-malaikat Allah. Malaikat-malaikat yang wajib diketahui   sebanyak 10 malaikat, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar, Nakir, Raqib, ‘Atid, Malik, dan Ridwan.
  3. Iman kepada kita-kitab Allah. Kitab-kitab yang wajib diketahui sebanyak empat kitab, yaitu : Taurat ( diturunkan kepada Nabi Musa ), Zabûr ( diturunkan kepada Nabi Dawud ), Injil ( diturunkan kepada Nabi Isa ), dan Al-Qur’an ( diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ).
  4. Iman kepada rasul-rasul Allah. Rasul-rasul yang wajib diketahui sebanyak 25 orang, yaitu : Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Zulkifli, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Muhammad SAW.
  5. Iman kepada hari kiamat, sebagai hari pembalasan terhadap segala perbuatan manusia selama di dunia.
  6. Iman kepada takdir, yaitu ketentuan baik dan buruk dari Allah SWT.
Di dalam rukun iman yang ketiga disebutkan empat kitab Allah, tetapi kita sekarang tidak menjadikan keempatnya pedoman hidup kita. Sebagai kitab Allah yang terakhir, Al-Quran merupakan  pedoman hidup manusia sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW  sampai akhir kehidupan dunia ini. Sedangkan untuk kitab-kitab sebelumnya, kita hanya wajib meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab tersebut yang menjadi pedoman hidup manusia pada zamannya.
Sedangkan di kalangan Syi’ah dikenal lima prinsip keyakinan, yaitu keyakinan terhadap:
  1. Keesaan Allah ( al-tawhîd).
  2. Keadilan ( al’adl ).
  3. Kenabian (al-nubûwwah).
  4. Kepemimpinan ( al-imâmah ), dan
  5. Hari kiamat ( al-ma’âd ).
Teologi Syi’ah memiliki prinsip ajaran yang dikenal dengan Imâmah, yang tidak ada dalam keyakinan kelompok Sunni. Imâmah merupakan kelanjutan dari ajaran tentang wisyâyah. Wisyâyah ialah keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW, mewasiatkan bahwa yang akan menggantikan beliau ialah Ali bin Abi Thalib. Untuk melanjutkan tugas-tugas kenabian setelah Nabi Muhammad SAW wafat dibutuhkan seorang imam. Sesuai dengan prinsip keadilan Tuhan, Allah wajib menetapkan imam yang akan bertugas sebagai pembimbing manusia, seperti halnya seorang Nabi.
Imâmah (kepemimpinan ) adalah keyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi Muhammad SAW. Dalam Syi’ah kepemimpinan itu mencakup persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan . Imam bagi kalangan ini merupakan pemimpin agama dan sekaligus sebagai pemimpin masyarakat.
Oleh karena itu persoalan imâmah dalam Syi’ah termasuk salah satu rukun agama atau ushûluddîn . Sedangkan bagi kalangan Sunni hanya merupakan masalah furu ’ ( hukum tambahan ) . Dalam Sunni istilah ini lebih populer dengan sebutan khilâfah. Khilâfah dalam Sunni lebih dikaitkan pada persoalan kepemimpinan politik daripada sebagai persoalan keagamaan.
Sementara itu, kalangan Mu’tazilah juga memiliki lima rukun yang disebut dengan ushûl al-khamsah ( lima pokok / dasar ), yaitu keyakinan terhadap :
  1. Keesaan Tuhan ( al-tawhid ).
  2. Keadilan Tuhan ( al-‘adl ).
  3. Janji dan ancaman ( al-wa’d wa al-wa’id ).
  4. Posisi di antara dua posisi ( al-manzilah bayna al-manzilatayn ).
  5. Menegakkan kebajikan dan mencegah kejahatan ( al-amru bi al-ma’ruf wa nahyu ‘an al-munkar ).
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran dalam teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal. Pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil ‘aqliah ( akal ) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam. Mu’tazilah didirikan oleh Wasil bin Atha pada tahun 100 H / 718 M.
Satu keyakinan yang tidak ditemukan di dalam aliran teologi Islam yang lain adalah al-manzilah bayna al-manzilatayn. Wasil bin Atha meyakini bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Jadi, orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya. Oleh karena nanti di akhirat tidak ada tempat di antara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir. Pendapat Wasil ini kemudian menjadi salah satu doktrin Mu’tazilah.
Wa Allahu ‘alam bi ash-shawab.

Tidak ada komentar: